Kok bisa tersangkut pelanggaran hak cipta?

Sebagian besar masyarakat kita — termasuk saya sendiri pada waktu itu — masih belum menyadari bahwa font yang terinstall di komputer kita atau bahkan yang kita dapat dari internet tidak sepenuhnya 100% legal.

Sekadar berbagi pengalaman, kejadian ini saya alami dua tahun yang lalu tepatnya pada 2019. Pada waktu itu saya bekerja secara remote di sebuah penerbitan buku mayor dengan distribusi produknya sebagian besar dijual di Gramedia, Togamas, dll. Posisi saya waktu itu sebagai pimpinan redaksi yang bertanggungjawab atas semua konten yang akan diterbitkan.

Singkat cerita, pada suatu pagi yang hectic di tengah kejaran deadline, saya dapat kabar dari tim redaksi ada email masuk, kurang lebih isinya menanyakan lisensi font yang kami pakai untuk cover empat buku terbaru kami yang telah beredar luas di jaringan toko seluruh Indonesia.

Di tengah jadwal terbit buku yang sangat padat, seringkali tim redaksi luput melakukan pemeriksaan hal lain di luar naskah, terutama terkait dengan legalitas sumber grafis (seperti font, ilustrasi, foto, dll).

Alhasil, kami tidak dapat menjawab pertanyaan di email tersebut. Setelah beberapakali berbalas email, diketahui bahwa pengirim email adalah seorang font creator dalam negeri. Sang kreator melihat font yang ia ciptakan kami gunakan di cover buku terbitan kami. Kreator meminta kompensasi berupa materi atas hal tersebut.

Mengetahui hal itu tentu saya sebagai penanggung jawab redaksional kaget dan panik. Jika tidak ditanggapi dengan serius, masalah ini berpotensi melebar ke ranah hukum. Awalnya sang kreator menginginkan font ciptaannya dibeli dengan dollar di situs jual beli font internasional. Seingat saya dengan kurs dollar pada waktu itu harganya sekira 6 juta rupiah untuk satu lisensi. Sedangkan cover dari empat buku yang kami terbitkan merupakan hasil desain seorang pekerja lepas yang biaya jasanya tidak sebanding dengan masalah yang muncul.

Pada akhirnya, setelah beberapa kali negosiasi, redaksi memberikan kompensasi kepada font kreator. Beruntung font kreator memaklumi keadaan kami pada waktu itu, sehingga kompensasi yang kami bayar di bawah angka yang font kreator ajukan di awal.

Setelah kejadian ini saya harap tidak ada kejadian serupa yang menimpa teman-teman sekalian, cukuplah cerita saya ini menjadi pelajaran untuk kita lebih berhati-hati dalam menggunakan apapun yang kita dapat dari internet.

Berikut ada tips untuk mencari sumber grafis yang bebas untuk kepentingan komersil https://penerbitalinea.com/2020/07/19/apa-itu-free-for-commercial-use/


Tabik,
Muhammad Nichal Zaki