-
Konflik di Darfur telah lama menjadi salah satu konflik yang paling memprihatinkan di dunia, dengan berbagai implikasi kemanusiaan dan geopolitik. Namun, di balik narasi utama tentang penderitaan dan kekacauan, terdapat dinamika yang lebih subtil tetapi tidak kalah penting: bagaimana negara-negara besar seperti Cina memanfaatkan diplomasi energi untuk mengamankan kebutuhan strategis mereka, bahkan di tengah ketidakstabilan yang ekstrem. Cina, sebagai salah satu negara dengan tingkat konsumsi energi terbesar di dunia, telah menempatkan keamanan energi sebagai salah satu pilar utama dalam kebijakan luar negerinya. Buku ini mencoba mengulas bagaimana Cina menjalankan diplomasi energi dalam mengamankan suplai energi dari Sudan di tengah eskalasi konflik yang terjadi di Darfur pada periode 2015-2020. Pemilihan periode ini tidak lepas dari berbagai perkembangan penting dalam geopolitik internasional, termasuk meningkatnya ketegangan di kawasan tersebut serta perubahan dinamika hubungan internasional yang dipengaruhi oleh perubahan kepemimpinan global. -
Buku ini, yang berjudul “Diplomasi Energi Amerika Serikat Dalam Mendukung Transisi Energi Terbarukan di Negara Anggota G-20 Pada Era Pemerintahan Joe Biden,” mengkaji bagaimana strategi dan kebijakan energi Amerika Serikat mempengaruhi upaya global untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Salah satu inisiatif penting adalah pengembangan teknologi Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS), yang diusung sebagai bagian dari upaya internasional untuk mendukung pengurangan emisi karbon sesuai dengan komitmen G-20 terhadap Paris Agreement. Dalam konteks North and South Diplomacy, peran negara berkembang sebagai pengadopsi teknologi menjadi sangat krusial, terutama dalam upaya global untuk mencapai target-target iklim yang ambisius seperti yang diamanatkan oleh Paris Agreement. Negara-negara maju di belahan bumi utara, seperti Amerika Serikat dan Kanada, memimpin dalam pengembangan dan penerapan teknologi mutakhir seperti Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS). Sebagai pengadopsi teknologi, negara-negara berkembang dihadapkan pada berbagai tantangan, termasuk keterbatasan infrastruktur, sumber daya finansial, dan kapasitas teknis. Oleh karena itu, North and South diplomacy memainkan peran penting dalam menjembatani kesenjangan ini. -
Pertemuan G20 di Bali tidak hanya menjadi ajang bagi Indonesia untuk memperlihatkan kebolehannya dalam diplomasi internasional, tetapi juga menjadi bukti nyata kemampuan bangsa ini dalam menghadapi tantangan global di tengah situasi yang penuh dinamika. Berbagai isu penting seperti perubahan iklim, pemulihan ekonomi pasca pandemi, serta stabilitas dan keamanan internasional menjadi topik yang dibahas secara mendalam pada pertemuan ini. Diplomasi Indonesia berhasil menjembatani perbedaan di antara berbagai negara anggota dan memfasilitasi tercapainya konsensus yang bermanfaat bagi kepentingan global. Buku ini menguraikan dengan rinci langkah-langkah diplomasi yang diambil oleh Indonesia, mulai dari persiapan hingga pelaksanaan KTT G20 di Bali. Melalui serangkaian analisis dan refleksi, pembaca diajak untuk memahami kompleksitas diplomasi multilateral yang melibatkan berbagai aktor, baik dari sektor pemerintahan maupun non-pemerintahan. Kami juga menyajikan berbagai kisah di balik layar yang menggambarkan tantangan serta strategi yang digunakan oleh para diplomat Indonesia dalam memastikan kesuksesan pertemuan ini. -
Buku ini dirancang untuk memberikan panduan praktis kepada mahasiswa Hubungan Internasional (HI) tingkat sarjana dalam penulisan skripsi. Karya sejenis sebenarnya sudah banyak ditulis. Namun, jarang yang secara spesifik memberikan tuntunan praktis yang berfungsi seperti buku pedoman penulisan skripsi. Meskipun tiap-tiap kampus memiliki aturan berbeda-beda tentang standar penulisan skripsi, namun secara garis besar substansi penulisan skripsi bisa dikatakan seragam di mana pun. Perbedaan barangkali hanya pada sistematika penulisan, sedangkan bagian-bagian utama dari skripsi sama saja antara kampus satu dan kampus lainnya. -
Penulisan buku ini berangkat dari ketertarikan penulis mengingat banyaknya pihak yang skeptis terhadap efektivitas diplomasi perdamaian tersebut. Penulis mencoba menawarkan cara pandang yang berbeda dari kebanyakan khalayak dalam melihat diplomasi internasional. Apabila dihadapkan pada efektivitas diplomasi, kebanyakan orang pasti melihat hasil akhirnya (output); yaitu apakah diplomasi itu berhasil mencapai tujuan yang dikehendaki atau tidak. Apabila tujuan tercapai, maka diplomasi itu dikatakan berhasil. Sebaliknya, apabila tidak ada hasilnya, maka secara otomatis akan dicap gagal. Dalam konteks ini, penulis beranggapan bahwa diplomasi internasional tidak hanya tentang strategi, yakni bagaimana mencapai hasil yang diinginkan – dalam konteks perang Rusia-Ukraina adalah perdamaian kedua pihak – tetapi juga tentang proses, yakni bagaimana suatu negara konsisten menjalankan kebijakan luar negerinya berdasarkan prinsip tertentu. Karena itu, penulis beranggapan bahwa diplomasi Indonesia ke Ukraina dan Rusia dapat dikatakan berhasil dalam hal konsistensi Indonesia memainkan perannya sebagai ‘peacemaker’. Sebagai negara middle power, peran tersebut terbukti sudah cukup baik dijalankan oleh pemerintahan Jokowi. -
Karya ini adalah upaya menafsirkan kebijakan luar negeri Indonesia, khususnya di masa pemerintahan Presiden Jokowi, dari perspektif konstruktivisme. Penulis sengaja memilih topik ini karena tak banyak karya sejenis di khasanah literatur berbahasa Indonesia. Mayoritas karya yang pernah ditulis cenderung memakai konsep diplomasi middle power. Penulis beranggapan bahwa kebijakan luar negeri Indonesia terlalu kompleks jika dianalisis hanya menggunakan konsep itu. Karya ini, dengan demikian, berupaya keluar dari kejenuhan intelektual di kalangan akademisi di Indonesia yang mendiskusikan kebijakan luar negeri Indonesia. -
Krisis energi yang melanda dunia beberapa dekade terakhir telah menempatkan banyak negara, termasuk Korea Selatan, dalam posisi yang menantang. Mereka harus menyeimbangkan antara kebutuhan akan keamanan energi, keberlanjutan lingkungan, dan kesejahteraan ekonomi. Melalui buku ini, penulis berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan krusial mengenai bagaimana Korea Selatan menggunakan diplomasi energinya untuk mengatasi tantangan ini, serta bagaimana kebijakan Green New Deal berperan dalam merancang masa depan energi yang lebih hijau dan berkelanjutan. -
Buku ini berisi pembahasan mengenai konsep globalisasi, mulai dari asal-usul, perkembangan, hingga dampaknya di berbagai aspek kehidupan, termasuk ekonomi, politik, dan budaya. Kami menguraikan fenomena globalisasi dari sudut pandang sejarah serta teori-teori kunci yang memberikan pemahaman komprehensif tentang bagaimana globalisasi membentuk tatanan dunia saat ini. Selain itu, kami membahas tantangan-tantangan yang muncul akibat ketimpangan sosial dan ekonomi yang diperburuk oleh globalisasi. Buku ini juga menyoroti bagaimana teknologi, terutama digitalisasi, mempercepat arus globalisasi dan memengaruhi kehidupan manusia sehari-hari di abad ke-21. Urgensi mempelajari topik globalisasi tidak dapat disangkal lagi. Dengan memahami fenomena ini, kita dapat lebih siap menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim, ketidaksetaraan ekonomi, dan migrasi besar-besaran yang mempengaruhi kehidupan jutaan orang. Buku ini diharapkan mampu menjadi panduan bagi para pembaca dalam memahami kompleksitas globalisasi, sekaligus memotivasi untuk berkontribusi dalam mencari solusi atas dampak negatif yang ditimbulkan. -
Buku ini berusaha mengupas secara mendalam tentang bagaimana pandemi COVID-19 membuka banyak dimensi baru terkait politik global, nasionalisme vaksin, dan distribusi kesehatan masyarakat. Buku ini mengeksplorasi bagaimana distribusi vaksin di seluruh dunia tidak hanya didasarkan pada kebutuhan medis, tetapi juga ditentukan oleh faktor politik, ekonomi, dan nasionalisme. Di banyak negara, terutama negara maju, vaksin dianggap sebagai alat kekuatan nasional dan alat diplomasi, yang menyebabkan ketidakadilan dalam distribusinya, terutama bagi negara-negara berkembang. Buku ini juga menggambarkan bagaimana keraguan vaksin (vaccine hesitancy) dan politisasi vaksinasi menjadi penghambat besar dalam upaya global untuk mengendalikan pandemi. Di beberapa negara, termasuk Amerika Serikat, keraguan ini sering kali didorong oleh informasi yang salah, pengaruh politik, serta peran media yang memperburuk situasi dengan menyebarkan narasi yang saling bertentangan. Situasi ini memicu lebih banyak tantangan dalam upaya vaksinasi massal, yang seharusnya menjadi solusi efektif untuk mengakhiri pandemi. Selain itu, buku ini menyoroti perbedaan dalam respons pemerintah dan masyarakat terhadap vaksin di berbagai belahan dunia. Di beberapa negara, insentif seperti lotere, uang tunai, dan berbagai hadiah lainnya ditawarkan untuk mendorong masyarakat agar mau divaksinasi. Meskipun beberapa inisiatif ini berhasil meningkatkan angka vaksinasi, banyak juga yang tidak berdampak signifikan karena permasalahan politik dan keraguan masyarakat yang sudah terlanjur mengakar. -
Buku ini hadir sebagai upaya untuk memperkenalkan dan menggali lebih dalam konsep-konsep penting dalam Ekonomi Politik Internasional (IPE), khususnya yang terkait dengan kekuatan struktural yang membentuk dinamika politik dan ekonomi global. Dalam buku ini, pembahasan difokuskan pada empat struktur utama yang diidentifikasi oleh Susan Strange—produksi dan perdagangan, uang dan keuangan, keamanan, serta pengetahuan dan teknologi—yang menjadi landasan penting dalam memahami interaksi antara kekuasaan, politik, dan ekonomi dalam konteks internasional. Secara garis besar, buku ini memberikan pemahaman mendalam tentang ekonomi politik internasional (EPI) melalui pembahasan struktur-struktur kunci yang membentuk interaksi global, seperti produksi, perdagangan, keuangan, keamanan, dan pengetahuan. Dalam konteks dunia yang semakin terhubung, EPI memainkan peran penting dalam menjelaskan bagaimana kekuatan ekonomi dan politik global bekerja secara bersamaan untuk membentuk kebijakan, aturan, dan norma yang memengaruhi negara-negara di seluruh dunia. Buku ini menyoroti bagaimana negara-negara kuat, institusi internasional, serta perusahaan multinasional menggunakan kekuasaan mereka untuk menciptakan tatanan global yang seringkali lebih menguntungkan mereka, sementara negara-negara berkembang berjuang untuk menavigasi kompleksitas sistem ini. Pembahasan terkait ketidaksetaraan global dalam akses terhadap teknologi, sumber daya, dan pasar juga menjadi tema penting dalam buku ini. -
Buku ini hadir sebagai respons terhadap tantangan global yang semakin meningkat dalam hal perubahan lingkungan dan dampaknya terhadap tata kelola internasional. Dalam beberapa dekade terakhir, perubahan lingkungan global (Global Environmental Change) telah menjadi salah satu isu utama dalam kajian Hubungan Internasional. Oleh karena itu, buku ini berupaya memberikan perspektif komprehensif mengenai bagaimana tata kelola lingkungan di era globalisasi dapat dihadapi dengan cara yang lebih inklusif dan berkelanjutan, terutama melalui lensa gender. Bab pertama buku ini membahas latar belakang kemunculan kajian Hubungan Internasional modern dan pergeserannya menuju isu-isu lingkungan global. Pendekatan ini bertujuan memahami tantangan yang dihadapi oleh sistem politik internasional dalam merespons krisis lingkungan global. Bab-bab selanjutnya menyajikan analisis mendalam tentang teori-teori tata kelola lingkungan, termasuk pendekatan normatif yang menempatkan keamanan lingkungan sebagai nilai global. Kami mengeksplorasi bagaimana kerjasama internasional dapat difasilitasi dalam mengatasi masalah lingkungan, seperti perubahan iklim dan polusi, serta bagaimana keamanan lingkungan mulai diakui sebagai bagian integral dari kebijakan keamanan internasional. Melalui perspektif gender, buku ini juga menyoroti peran perempuan dalam pelestarian lingkungan, yang sering kali diabaikan dalam diskusi-diskusi kebijakan publik. Bab khusus mengenai ekofeminisme menjelaskan bagaimana perempuan di seluruh dunia, terutama di negara-negara berkembang, memainkan peran kunci dalam menjaga sumber daya alam dan mendorong keberlanjutan.