-
Menulis kebijakan luar negeri Indonesia mungkin menjadi favorit kebanyakan akademisi Hubungan Internasional (HI) di Indonesia. Hal ini lumrah sebab sebagai warga negara Indonesia, akademisi HI Indonesia merasa perlu meneliti topik yang dekat dengan mereka. Aspek proximity ini kerapkali menjadi alasan mengapa banyak akademisi HI Indonesia menulis topik riset tentang kebijakan luar negeri Indonesia. Di luar itu, tentu saja ada beragam faktor. Misalnya saja kesadaran akan jati diri bangsa Indonesia sebagai bangsa besar (great nation). Rasa patriotisme tersebut melatarbelakangi penulisan karya ini. Penulisan karya ini bukan dimaksudkan untuk mengglorifikasi identitas personal Indonesia tersebut. Alih-alih, hal ini dimaksudkan untuk memberikan penjelasan alternatif dibandingkan karya-karya sejenis yang hampir semuanya dibingkai menggunakan konsep diplomasi middle power. -
Buku ini dirancang untuk memberikan panduan praktis kepada mahasiswa Hubungan Internasional (HI) tingkat sarjana dalam penulisan skripsi. Karya sejenis sebenarnya sudah banyak ditulis. Namun, jarang yang secara spesifik memberikan tuntunan praktis yang berfungsi seperti buku pedoman penulisan skripsi. Meskipun tiap-tiap kampus memiliki aturan berbeda-beda tentang standar penulisan skripsi, namun secara garis besar substansi penulisan skripsi bisa dikatakan seragam di mana pun. Perbedaan barangkali hanya pada sistematika penulisan, sedangkan bagian-bagian utama dari skripsi sama saja antara kampus satu dan kampus lainnya. -
Buku ini berfokus pada tiga tema sentral; ASEAN, Poros Maritim Dunia, dan krisis kemanusiaan etnis Rohingya di Myanmar. Ada alasan tersendiri mengapa penulis membahas tiga hal tersebut. Pertama, ASEAN merupakan sokoguru politik luar negeri Indonesia. Komitmen terhadap ASEAN sudah menjadi keharusan bagi setiap pemimpin. Di era kepemimpinan Presiden Jokowi, komitmen ini mula-mula tidak muncul lantaran kuatnya corak pragmatis kebijakan luar negeri Jokowi. Namun di periode kedua pemerintahannya, Jokowi mulai menganggap ASEAN penting sehingga peran kepemimpinan regional Indonesia kembali pulih. Kedua, gagasan Poros Maritim Dunia penting dibahas karena doktrin ini menjadi ujung tombak strategi besar kebijakan luar negeri Jokowi, khususnya di periode pertama. Gagasan ini canggih, visioner namun aplikatif. Artinya, Poros Maritim Dunia bukan sekadar jargon. Ironisnya, gagasan ini lenyap begitu saja ketika Jokowi memerintah Indonesia untuk kedua kalinya. Hal ini menuntut penjelasan. Ketiga, isu Rohingya menarik dikaji karena menguji komitmen Indonesia sebagai pencipta perdamaian serta pemimpin kawasan. Setiap rezim umumnya memiliki corak kebijakan luar negeri masing-masing, yang seringkali malah bertolakbelakang satu sama lain. Menariknya, baik kebijakan luar negeri Yudhoyono maupun Jokowi sama-sama menaruh perhatian serius terhadap isu Rohingya. Artinya, tentu ada faktor yang membuat kedua rezim berkomitmen terhadap isu tersebut. Ini juga menuntut penjelasan. -
Karya ini merupakan himpunan pemikiran tentang kiprah politik luar negeri Indonesia sejak era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono sampai Joko Widodo. Selain itu, karya ini juga menyoroti isu keamanan internasional di kawasan Asia seiring dengan menguatnya pengaruh China di Indo-Pasifik serta krisis keamanan di Semenanjung Korea dan Laut China Selatan. Penulis juga mendiskusikan bagaimana ASEAN sebagai organisasi regional menyongsong integrasi menuju sebuah komunitas tunggal di Asia Tenggara, bagaimana perannya di tengah rivalitas negara adidaya, serta bagaimana ASEAN mengelola disparitas diantara negara anggotanya. Namun demikian, karya ini lebih dominan menyoroti politik luar negeri Indonesia sebagai bahan refleksi dan evaluasi bagi pemimpin-pemimpin Indonesia di masa mendatang bagaimana menavigasi gejolak geopolitik abad-21 yang semakin sulit diprediksi.