• Penulisan buku ini berangkat dari ketertarikan penulis mengingat banyaknya pihak yang skeptis terhadap efektivitas diplomasi perdamaian tersebut. Penulis mencoba menawarkan cara pandang yang berbeda dari kebanyakan khalayak dalam melihat diplomasi internasional. Apabila dihadapkan pada efektivitas diplomasi, kebanyakan orang pasti melihat hasil akhirnya (output); yaitu apakah diplomasi itu berhasil mencapai tujuan yang dikehendaki atau tidak. Apabila tujuan tercapai, maka diplomasi itu dikatakan berhasil. Sebaliknya, apabila tidak ada hasilnya, maka secara otomatis akan dicap gagal. Dalam konteks ini, penulis beranggapan bahwa diplomasi internasional tidak hanya tentang strategi, yakni bagaimana mencapai hasil yang diinginkan – dalam konteks perang Rusia-Ukraina adalah perdamaian kedua pihak – tetapi juga tentang proses, yakni bagaimana suatu negara konsisten menjalankan kebijakan luar negerinya berdasarkan prinsip tertentu. Karena itu, penulis beranggapan bahwa diplomasi Indonesia ke Ukraina dan Rusia dapat dikatakan berhasil dalam hal konsistensi Indonesia memainkan perannya sebagai ‘peacemaker’. Sebagai negara middle power, peran tersebut terbukti sudah cukup baik dijalankan oleh pemerintahan Jokowi.
  • Buku ini dirancang untuk memberikan panduan praktis kepada mahasiswa Hubungan Internasional (HI) tingkat sarjana dalam penulisan skripsi. Karya sejenis sebenarnya sudah banyak ditulis. Namun, jarang yang secara spesifik memberikan tuntunan praktis yang berfungsi seperti buku pedoman penulisan skripsi. Meskipun tiap-tiap kampus memiliki aturan berbeda-beda tentang standar penulisan skripsi, namun secara garis besar substansi penulisan skripsi bisa dikatakan seragam di mana pun. Perbedaan barangkali hanya pada sistematika penulisan, sedangkan bagian-bagian utama dari skripsi sama saja antara kampus satu dan kampus lainnya.
  • Buku “Fiqh Kebebasan Beragama di Indonesia: dari Nalar Filosofis Hingga Politik Hukum” menyajikan konsep kebebasan beragama serta permasalahan-permasalahannya, baik dalam tataran juridis, filosofis maupun empiris. Permasalahan kebebasan beragama tidak saja terdapat dalam UU PNPS, Peraturan Daerah, bahkan dalam tataran implementasinya masih terdapat permasalahan diskriminasi, truth claim pemahaman keagamaan, dan kekerasan atas nama agama yang disebabkan kepentingan-kepentingan politik tertentu. Oleh karenanya Buku ini menawarkan diskursus filosofis dan kajian politik hukum tentang kebebasan beragama di Indonesia. Bahkan buku ini menawarkan konstruksi baru konsep kebebasan beragama di Indonesia, yaitu: (1) merubah paradigma Positivistik kepada Paradigma Integratif pada konstruksi hukum kebebasan beragama di Indonesia; 2) Negara harus menjamin kebebasan beragama setiap warga negara, baik di ranah internum dalam konteks beraqidah, ataupun eksternum dalam konteks beribadah dan bermuamalah, termasuk menjalankan syariat Islam bagi yang beragama islam, dengan batasan nilai Pancasila, keadilan dan kemaslahatan; (2) Negara tidak boleh memaksa seseorang untuk mengikuti agama tertentu, termasuk enam agama “pemerintah”. ; (3) Negaralah harus menghukum orang yang melanggar ketertiban, kemaslahatan dan keamanan negara dalam pelaksanaan kehidupan beragama di masyarakat.
  • Pertemuan G20 di Bali tidak hanya menjadi ajang bagi Indonesia untuk memperlihatkan kebolehannya dalam diplomasi internasional, tetapi juga menjadi bukti nyata kemampuan bangsa ini dalam menghadapi tantangan global di tengah situasi yang penuh dinamika. Berbagai isu penting seperti perubahan iklim, pemulihan ekonomi pasca pandemi, serta stabilitas dan keamanan internasional menjadi topik yang dibahas secara mendalam pada pertemuan ini. Diplomasi Indonesia berhasil menjembatani perbedaan di antara berbagai negara anggota dan memfasilitasi tercapainya konsensus yang bermanfaat bagi kepentingan global. Buku ini menguraikan dengan rinci langkah-langkah diplomasi yang diambil oleh Indonesia, mulai dari persiapan hingga pelaksanaan KTT G20 di Bali. Melalui serangkaian analisis dan refleksi, pembaca diajak untuk memahami kompleksitas diplomasi multilateral yang melibatkan berbagai aktor, baik dari sektor pemerintahan maupun non-pemerintahan. Kami juga menyajikan berbagai kisah di balik layar yang menggambarkan tantangan serta strategi yang digunakan oleh para diplomat Indonesia dalam memastikan kesuksesan pertemuan ini.
  • Buku ini, yang berjudul “Diplomasi Energi Amerika Serikat Dalam Mendukung Transisi Energi Terbarukan di Negara Anggota G-20 Pada Era Pemerintahan Joe Biden,” mengkaji bagaimana strategi dan kebijakan energi Amerika Serikat mempengaruhi upaya global untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Salah satu inisiatif penting adalah pengembangan teknologi Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS), yang diusung sebagai bagian dari upaya internasional untuk mendukung pengurangan emisi karbon sesuai dengan komitmen G-20 terhadap Paris Agreement. Dalam konteks North and South Diplomacy, peran negara berkembang sebagai pengadopsi teknologi menjadi sangat krusial, terutama dalam upaya global untuk mencapai target-target iklim yang ambisius seperti yang diamanatkan oleh Paris Agreement. Negara-negara maju di belahan bumi utara, seperti Amerika Serikat dan Kanada, memimpin dalam pengembangan dan penerapan teknologi mutakhir seperti Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS). Sebagai pengadopsi teknologi, negara-negara berkembang dihadapkan pada berbagai tantangan, termasuk keterbatasan infrastruktur, sumber daya finansial, dan kapasitas teknis. Oleh karena itu, North and South diplomacy memainkan peran penting dalam menjembatani kesenjangan ini.
  • Konflik di Darfur telah lama menjadi salah satu konflik yang paling memprihatinkan di dunia, dengan berbagai implikasi kemanusiaan dan geopolitik. Namun, di balik narasi utama tentang penderitaan dan kekacauan, terdapat dinamika yang lebih subtil tetapi tidak kalah penting: bagaimana negara-negara besar seperti Cina memanfaatkan diplomasi energi untuk mengamankan kebutuhan strategis mereka, bahkan di tengah ketidakstabilan yang ekstrem. Cina, sebagai salah satu negara dengan tingkat konsumsi energi terbesar di dunia, telah menempatkan keamanan energi sebagai salah satu pilar utama dalam kebijakan luar negerinya. Buku ini mencoba mengulas bagaimana Cina menjalankan diplomasi energi dalam mengamankan suplai energi dari Sudan di tengah eskalasi konflik yang terjadi di Darfur pada periode 2015-2020. Pemilihan periode ini tidak lepas dari berbagai perkembangan penting dalam geopolitik internasional, termasuk meningkatnya ketegangan di kawasan tersebut serta perubahan dinamika hubungan internasional yang dipengaruhi oleh perubahan kepemimpinan global.
  • Buku ini berangkat dari kesadaran kami atas eksistensi dari upaya dan gerakan oleh berbagai aktor di Indonesia untuk menjaga kelestarian air. Seiringan dengan itu, dorongan atas perwujudan dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) tentang Air Bersih dan Sanitasi Layak menjadi dorongan pentingnya keterlibatan aktor-aktor di luar negeri dalam membantu mewujudkan tujuan ini. Dengan mengangkat judul “Cerita Tentang Air: Sebuah Aksi Kolektif dari Indonesia”, buku ini berharap dapat mengakomodasi cerita-cerita tentang air dari para penulis yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.
  • Buku ini terdiri dari sepuluh bab yang dirancang secara sistematis untuk memperkenalkan dan mendalami teori-teori kunci dalam hubungan internasional. Bab pertama memberikan landasan dasar mengenai studi dan teori hubungan internasional, yang penting bagi pembaca untuk memahami konteks dan relevansi teori-teori yang akan dibahas pada bab-bab selanjutnya. Bab II membahas Mazhab Inggris, sebuah pendekatan yang menekankan pentingnya norma, hukum internasional, dan masyarakat internasional dalam hubungan antarnegara. Selanjutnya, Bab III memperkenalkan Konstruktivisme, sebuah teori yang menyoroti peran ide dan identitas dalam membentuk politik global. Bab IV mengupas Teori Kritis, yang mengajak kita untuk melihat hubungan internasional melalui lensa kritis, mempertanyakan struktur kekuasaan dan ketidakadilan yang ada. Bab V melanjutkan dengan pembahasan mengenai Neomarxisme, yang berfokus pada dinamika ekonomi politik global dan ketidaksetaraan struktural. Post Strukturalisme, yang menjadi fokus Bab VI, menawarkan perspektif yang berbeda dalam memahami hubungan internasional, dengan menekankan analisis diskursif dan dekonstruksi. Bab VII kemudian mengangkat Feminisme, yang mengkritisi bias gender dalam studi hubungan internasional dan mendorong inklusivitas dalam analisis global. Di Bab VIII, Green Theory diperkenalkan sebagai pendekatan yang menekankan pentingnya keberlanjutan lingkungan dalam hubungan internasional. Bab IX melengkapi pembahasan dengan teori-teori non-Barat, yang menantang dominasi teori Barat dalam studi hubungan internasional dan menawarkan perspektif alternatif yang lebih beragam. Akhirnya, Bab X menyajikan kesimpulan yang merangkum seluruh pembahasan, memberikan refleksi kritis, serta menawarkan pandangan ke depan bagi studi hubungan internasional.
  • Buku ini, “Cave Hic Dragones: Memahami Kekuatan Struktural dalam Ekonomi Global”, hadir untuk memperkuat pemahaman mahasiswa mengenai dinamika Ekonomi Politik Internasional (IPE) dan cara mempelajarinya dari tataran teoretis hingga pada aras yang lebih membumi di ranah implikasi praktisnya. Sebagai mahasiswa Hubungan Internasional, penting untuk memahami kekuatan struktural yang membentuk ekonomi global dan bagaimana kekuatan tersebut mempengaruhi negara kita. Dengan pemahaman ini, kita dapat lebih waspada dan siap menghadapi tantangan yang datang dari kekuatan eksternal yang terus berubah. Judul buku ini, “Cave Hic Dragones,” diambil dari frasa Latin yang berarti “Hati-hati, di sini ada naga.” Frasa ini digunakan pada peta kuno untuk menandai daerah-daerah yang belum dipetakan atau berbahaya, di mana penjelajah mungkin menghadapi risiko yang tidak diketahui. Dalam konteks buku ini, frasa tersebut menggambarkan dunia ekonomi politik internasional yang kompleks dan seringkali penuh dengan risiko dan ketidakpastian. Ekonomi global saat ini penuh dengan “naga”—tantangan struktural dan dinamika kekuasaan yang dapat mempengaruhi stabilitas dan kesejahteraan negara. Dalam buku ini, kita akan menjelajahi berbagai konsep dan perspektif dalam IPE, mulai dari sejarah perkembangannya hingga teori-teori kontemporer yang relevan. Kita akan mempelajari bagaimana kebijakan laissez-faire dan kapitalisme mempengaruhi perekonomian global, serta bagaimana merkantilisme dan neomerkantilisme tetap relevan di era modern ini. Selain itu, kita juga akan mendalami perspektif strukturalisme yang menyoroti ketimpangan dan eksploitasi pasar, serta struktur-struktur utama dalam ekonomi politik internasional seperti keamanan global, produksi dan perdagangan global, moneter dan finansial global, serta pengetahuan dan teknologi global. Pembelajaran EPI sangat relevan dalam konteks globalisasi saat ini, di mana interkoneksi antara negara-negara semakin erat dan kompleks. Sebagaimana dinyatakan oleh Stiglitz (2002), globalisasi membawa serta tantangan dan peluang yang harus dihadapi dengan bijak dan penuh kesiapsiagaan. Globalisasi ekonomi mempercepat aliran barang, jasa, dan modal antar negara, tetapi juga meningkatkan risiko ketidakstabilan ekonomi global yang dapat berdampak signifikan pada ekonomi domestik.
  • Buku ini bertujuan untuk memperkenalkan, mendalami, dan mengkontekstualisasikan bagaimana konstruktivisme menjadi pendekatan yang signifikan dan relevan dalam memahami dinamika politik internasional. Dengan pendekatan yang interdisipliner, buku ini menyajikan kerangka teoritis, metodologi, serta analisis empiris yang kaya dan komprehensif. Pendekatan konstruktivisme dalam Hubungan Internasional menekankan pada pentingnya norma, identitas, dan interaksi sosial dalam membentuk kepentingan dan perilaku negara. Berbeda dengan pendekatan realis dan liberal yang lebih menekankan pada materialitas dan rasionalitas, konstruktivisme menawarkan perspektif yang lebih dinamis dan kontekstual. Buku ini menjelaskan bagaimana identitas dan norma terbentuk, dipertahankan, dan dapat berubah melalui proses interaksi sosial dan politik. Bab-bab awal buku ini akan memperkenalkan dasar-dasar teori konstruktivisme, sejarah perkembangannya, serta tokoh-tokoh penting yang telah berkontribusi dalam mengembangkan pendekatan ini. Selanjutnya, pembaca akan diajak untuk mengeksplorasi berbagai studi kasus yang mengilustrasikan bagaimana norma dan identitas mempengaruhi kebijakan luar negeri dan hubungan antar negara. Studi-studi ini tidak hanya memberikan pemahaman teoritis, tetapi juga menawarkan wawasan praktis tentang bagaimana kebijakan internasional dapat dianalisis dan dipahami melalui lensa konstruktivisme. Selain itu, buku ini juga membahas berbagai metodologi yang dapat digunakan dalam penelitian konstruktivis, mulai dari analisis wacana hingga studi etnografis. Penulis berupaya untuk menunjukkan bagaimana metode-metode ini dapat diterapkan dalam penelitian konkret untuk menggali dinamika sosial dan politik yang kompleks.
  • Dalam beberapa dekade terakhir, diplomasi publik telah menjadi instrumen penting dalam hubungan internasional, khususnya bagi Cina. Buku "Diplomasi Publik Cina ke Indonesia Di Era Presiden Hu Jintao dan Presiden Xi Jinping" hadir untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang bagaimana Cina memanfaatkan diplomasi publik untuk memperkuat hubungannya dengan Indonesia selama masa pemerintahan kedua presiden ini. Pada era Presiden Hu Jintao, hubungan Cina-Indonesia mengalami peningkatan pesat dengan fokus pada kerjasama ekonomi dan perdagangan, sementara di era Presiden Xi Jinping, inisiatif besar seperti Belt and Road Initiative (BRI) memainkan peran penting dalam memperkuat pengaruh Cina di Indonesia.
  • Dalam era perubahan iklim global dan meningkatnya kesadaran akan pentingnya pelestarian lingkungan, diplomasi hijau atau green diplomacy muncul sebagai instrumen penting dalam hubungan internasional. Buku "Green Diplomacy in Action: Diplomasi Lingkungan Amerika Serikat-Indonesia melalui Skema Debt for Nature Swap" bertujuan untuk mengupas tuntas bagaimana kedua negara menjalin kerja sama dalam upaya konservasi lingkungan melalui mekanisme inovatif yang dikenal sebagai debt for nature swap. Buku ini tidak hanya menggambarkan kerangka kerja diplomasi hijau tersebut, tetapi juga menyoroti keberhasilan, tantangan, dan dampak dari implementasinya.
Go to Top